Kepingan Sumba 4 : Senja Penuh Kebajikan di Bukit Wairinding


Bukit Wairinding

Setiap menulis tentang kepingan-kepingan Sumba rasanya kaki ini seperti melangkah kembali menyusuri jalan-jalan Sumba yang sederhana dengan pekik riang anak-anaknya dan pancaran sinar matahari yang seringnya cukup terik. Salah satu tempat yang cukup membekas dalam hati dan ingatan adalah bukit Wairinding, karena di tempat ini aku belajar hal-hal baru tentang kehidupan.

Sebenarnya bukit Wairinding ini adalah bukit yang terletak di belakang rumah warga. Pemandangan yang cantik dan senjanya yang eksotis lah yang membuat tempat ini lantas menjadi viral. Terlebih beberapa artis kenamaan ibu kota dan beberapa selebgram pasti datang ke sini dan berfoto. Pastinya kamu tak asing kan dengan foto seseorang berselimut kain sumba dan sedang memandang hamparan bukit yang nampak cantik kan? itulah Wairinding. Sebenarnya bukit-bukit dengan pemandangan cantik seperti ini ada cukup banyak di Sumba, mengingat keadaan geografisnya memang seperti itu, namun mungkin karena yang pertama kali masuk sosial media adalah bukit Wairinding maka yang ngehits ya bukit Wairinding ini.

Lokasi 

Bukit Wairinding terletak sejauh 40 Km dari kota Waingapu, sekitar satu jam perjalanan dengan naik sepeda motor. Sesungguhnya kala itu aku agak sangsi mengajak Keira ke Wairinding dengan sepeda motor mengingat kami ingin melihat senja yang artinya bakal pulang malam. Namun karena Keira mabuk darat akhirnya kami putuskan tetap naik sepeda motor saja sehingga kami tidak menyewa mobil. Ya, sama seperti objek wisata lain di Sumba dari Waingapu ke bukit Wairinding juga belum ada angkutan umum sama sekali. Jalan menuju bukit Wairinding cukup berkelok-kelok dan naik turun dengan pemandangan padang rumput meranggas di kiri dan kanan. Sesekali nampak hewan ternak seperi sapi, kuda, kerbau, dan babi berjalan lalu-lalang di jalan raya, maka berhati-hatilah kalau lewat jalan menuju ke Wairinding. Kadang kala nampak satu-dua rumah dengan jarak yang jauh satu sama lain, sesekali nampak perkampungan warga dengan beberapa ibu-ibu yang duduk di depan rumah. Sesungguhnya aku sangat menikmati pemandangan di sepanjang bukit Wairinding ini.

Bukit raksasa tidur

Menuju ke bukit Wairinding ada salah satu perbukitan yang dinamakan, bukit Raksasa Tidur. Dengan sedikit imajinasi, aku akui memang deretan bukit itu nampak seperti raksasa yang sedang tidur nyenyak hingga pada akhirnya dia membatu dan ditumbuhi rerumputan. Mendekati bukit Raksasa Tidur ini kami sempat berhenti karena Keira muntah-muntah, padahal saat itu Keira sudah memakai jaket, celana panjang dan kaos kaki. Kami sempat ingin kembali ke kota namun karena Keira nampak ceria dan tak ada tanda-tanda demam akhirnya kami melanjutkan perjalanan.

Fasilitas

Tadinya kupikir bukit Wairinding yang fenomenal itu adalah suatu tempat wisata, namun ternyata bukit ini nyaris seperti 'halaman belakang' rumah seorang warga. Kenapa begitu? ya karena kalau mau ke bukit Wairinding ini kita akan parkir di depan rumah warga, jalan sedikit melewati samping rumahnya menuju ke halaman belakang, lalu melewati jalanan yang menanjak dan sampailah kita di bukit Wairinding.  Aku sendiri tidak begitu tahu apakah si pemilik rumah itu sudah sejak dahulu tinggal di situ, atau dia membangun rumahnya di situ setelah bukit Wairinding mengundang wisatawan untuk datang. Yang jelas si empunya rumah sudah memanfaatkan dan memfasilitasi keberadaan bukit ini dengan baik. Saat aku kesana, tempat parkir sudah disediakan dan kendaraam kita akan ditata, istilahnya sih sudah ada tukang parkirnya. Lalu untuk masuk ke bukit Wairinding kita akan ditarik biaya seikhlasnya, pemilik rumah juga menyewakan kain Sumba yang naujubilah mahalnya itu kalau-kalau ada wisatawan yang ingin berfoto ala-ala mbak Dian Sastro atau ebook Andien. Seingatku, harga sewa kainnya 50.000 - 100.000 deh. Untuk perkara toilet kala itu toilet sedang dibangun jadi kemungkinan sekarang sudah selesai, kalaupun belum mungkin bisa nunut di rumah penduduk.

Aktivitas
Kuda sandalwood

Kegiatan yang bisa dilakukan di bukit Wairinding selain berfoto sambil kemulan kain Sumba adalah menikmati sunset dan mengamati atau berinteraksi dengan anak-anak yang menggembala kuda di sana. Sungguh, di bukit Wairinding itu banyak sekali anak-anak kecil yang mungkin kelas 2-4 SD ada di sana. Anak-anak ini cenderung ramah dan tertarik pada orang-orang yang terlihat tidak berasal dari Sumba. Namun berbeda dengan anak-anak di tempat wisata lain yang biasanya minta uang ke wisatawan, anak-anak ini tidak meminta apa-apa. Mereka hanya tersenyum, mengamati dan menjawab dengan antusias ketika ditanya.

Anak-anak Sumba

Pada waktu aku mengunjungi bukit Wairinding, beberapa anak nampak asyik menggembala kuda. Karena di Jawa aku jarang lihat kuda merumput, maka dengan sedikit rasa nggumun aku mengajak Keira mengamati si Kuda yang sedang merumput. Kala itu adalah minggu-minggu awal aku berada di Sumba, baru susah-susahnya beradaptasi. Aku masih kesal karena belum juga berhasil menemukan kembang kol dan brokoli di pasar, sebal karena tak ada cafe yang menjual caramel macchiato alih-alih kopi instan, dan bosan pada rutinitas ibu rumah tangga yang membuat aku tidur paling malam-bangun paling pagi. Menatap anak-anak kecil yang menggembala kuda sambil tertawa riang seolah ringan tanpa beban membuatku sedikit iri, maka iseng aku ajak mereka bercerita.

" Ini kuda siapa?" tanyaku. Anak yang paling besar menjawab sambil tersenyum, "Kuda saya Kak." Sedikit kepo aku melanjutkan pertanyaan, "Sering ya ajak Kudanya ke sini?"
"Iya Kak, setiap sore." jawabnya.
" Trus tadi ke sini jalan kaki?"
"Enggak, naik kuda ini!" Kali ini dia menjawab sambil menepuk bangga punggung kudanya.
"Masa sih?" Tanyaku dengan kagum, gile dia bisa naik kuda cuy! aku mah langsung ngejeblak.
"Iya!" jawab anak itu sambil tertawa diikuti teman-temannya.
"Kamu sekolah?" tanyaku lagi.
" Iya."
"Di mana?"
"Di bawah sana Kak." Katanya sambil menunjuk ke arah sekolah.
" Yang deket telaga ya?" tanyaku, dan anak itu mengangguk. "Naik apa ke sekolah? kuda juga?" tanyaku sedikit bercanda, anak itu menggeleng dan tersenyum " Ya jalan kaki Kak..."

Mendengar jawabannya itu aku terdiam, sebelum ke sini tadi aku sempat melewati sebuah SD Negri yang memang dekat dengan sebuah telaga. Masalahnya, sekolahnya itu jauh banget dari bukit Wairinding! Kalau anak seusia dia ya sedikit capeklah ya. Saat itu aku merasa menjadi manusia paling tidak bersyukur di dunia, aku seperti diingatkan bahwa sebenarnya masalahku itu tak seberapa bila dibandingkan dengan masalah orang lain. Di saat aku begitu manja merindukan cafe dan brokoli, seorang anak di sudut Sumba bersusah payah pergi ke sekolah dengan semangat membara untuk belajar. Di saat aku dengan santai minum teh sambil membuka sosial media dengan sinyal 4G di Waingapu, ada anak yang sedang menggembala kuda ayahnya di bukit wairinding. Aku malu, menyadari daya juangku yang begitu rendah bila dibanding anak di hadapanku. Mungkin anak-anak itu belum tahu serunya bermain di Timezone, belum pernah main di playground, mungkin mereka nggak familiar dengan mobile legend, mungkin mereka tidak punya slime atau squishy di rumah namun justru dari mereka aku belajar bahwa kebahagiaan itu bisa begitu sederhana jika kita bisa bersyukur.


Ah, aku rindu Sumba.

Di banding tempat-tempat lain di Sumba, bukit Wairinding beserta keelokan senjanya adalah tempat yang paling banyak mengajarkan padaku tentang bagaimana mensyukuri hidup. Semenjak dari sana aku merasa lebih positif memandang kehidupan ini, aku merasa lebih mudah menemukan keindahan dalam setiap perkara yang terjadi dalam hidup. Sebab, setiap perkara selalu mempunyai dua sisi : positif dan negatif. Bukit Wairinding membuatku merasa Tuhan begitu dekat dalam setiap kehidupan kita.

Tips Traveling
Bawalah bekal yang cukup dan jaket kalau ke sini.


  • Angin di bukit Wairinding lumayan kencang, bawalah jaket dan syal bila tak tahan dingin.
  • Bawalah bekal makanan karena belum ada penjual makanan. Tapi jangan meninggalkan sampah di sana ya!
  • Best time to visit sih menurutku sekitar jam 3 sore sampai senja ya, karena udara sudah tidak terlalu terik dan banyak anak-anak menggembala kuda.
  • Bila ingin memberikan sesuatu kepada anak-anak di sana, berikan saja buku, makanan atau cerita. Jangan membiasakan memberikan uang kepada mereka, mereka masih sepolos itu. 
  • Jangan ragu untuk menyapa dan berbincang dengan orang lokal, warga Sumba cukup ramah-ramah kok.

Bukit Wairinding wajib banget buat yang suka senja tapi bosan dengan senja di pantai,sumpah senja di sini cantik banget. Malam sedikit kamu akan melihat ratusan bintang cantik di langit.

Sampai jumpa di kepingan Sumba selanjutnya!

0 komentar:

Post a Comment

Feel free to ask anything, leave your comment. No SARA please :)