Move on yuk!
I dont know how to be something you miss,
Never thought we'd have a last kiss,
Never imagined we'd end like this,
Your name, forever the name on my lips..

(Last Kiss - Taylor Swift )

Sudah memasuki hari terakhir di tahun 2018 tetapi kadang hati tidak mampu meninggalkan apa yang ada di belakang.

Beberapa saat yang lalu ada salah satu sahabat yang bercerita kalau dia merasa gagal move on, nggak bisa menghapus perasaaannya pada seseorang yang tahun depan akan menikah - bukan dengannya tentu saja. Mendengar ceritanya aku seperti melihat bayangan masa laluku ketika dalam satu titik aku juga merasa nggak akan pernah bisa move on, melanjutkan hidup dan menemukan cinta lain. Ada salah satu fase dalam hidupku dimana aku merasa ada lubang menggangga dalam hati yang seolah tidak akan pernah bisa terisi.

Tentu saja pada akhirnya semua itu tidak terbukti.

Sebagian besar orang pasti pernah mengalami patah hati, sakit hati, luka hati atau apapun sebutannya. Sebenarnya perkara move on dan patah hati ini bukan melulu soal cinta, meskipun sebagian besar memang karena kekasih hati. Gagal dalam pekerjaan, gagal dapat diskonan, gagal mencapai target hidup, dan masih banyak hal lain yang membuat kita merasa hidup ini sungguh tak adil dan menyakitkan. Perkara move on ini gampang-gampang susah, gampang jika kita mengenali dan menerima fase-fasenya, sulit jika kita terlalu lama denial dan tidak konsisten melangkahkan kaki untuk 'pergi'.

1. Fase Denial

 "Kamu terlalu baik buat aku, ini bukan tentang Kamu tapi aku. Kamu nggak salah apa-apa."

" Aku masih sayang sama Kamu tapi maaf orangtuaku nggak setuju kita bersama." atau " Aku sayang Kamu, tapi iman kita berbeda jadi kurasa cukup sampai di sini."

"Aku sayang sama Kamu tapi aku milih dia supaya Kamu tahu gimana rasanya sayang sama orang tapi dia malah milih orang lain."

"Kamu terlalu egois, aku nggak tahan lagi sama Kamu."

Kata-kata darinya berputar ulang di dalam ingatan, sementara aromanya masih tertinggal di sekitarmu. Gerimis mulai turun, angin bertiup perlahan dan kamu segera menyadari betapa kamu merindukan dia. Kamu mulai menganalisa, apa yang salah, bagian mana yang tidak benar, bagian mana yang semestinya bisa diperbaiki dan dicegah. Kamu mulai menyusun berbagai macam kemungkinan "Bagaimana jika..." di kepalamu dan berharap akhir cerita ini akan sedikit berbeda jika kamu tidak melakukan suatu hal, atau jika kalian seiman atau jika saja kamu lebih perhatian atau jika saja kamu tidak terlambat menyatakan cinta. Selanjutnya kamu akan merasa penuh penyesalan dan berusaha memperbaiki apa yang sudah rusak. Dan jika seandainya usahamu memperbaiki hal itu gagal, kamu akan berubah marah, memaki takdir, menyalahkan dirimu, dirinya dan mungkin Tuhan. Kemudian kamu menyesal karena sudah marah, kamu kembali bertanya-tanya mengapa ini semua terjadi, mulai menganalisa lagi apa yang salah dan siklusnya berulang terus menerus. Hingga kamu terjebak di dalam lingkaran setan tak bertepi bernama gagal move on.

Setelah hati kita patah, hal yang pertama kali terjadi adalah kita akan denial- kita menolak kenyataan yang ada. Menolak dia sudah tidak lagi menjadi milik kita, menolak kenyataan kalau dia memang sudah tidak lagi bersama dengan kita, kita menolak sakit hati dan berusaha menyembuhkannya secepat mungkin (dengan mengembalikan dia kembali ke sisi kita). Itu hal wajar dan memang akan terjadi. Yang akan menjadi masalah adalah ketika kamu terlalu lama denial, karena kamu tidak akan pernah bisa melangkah ke langkah selanjutnya. Kamu akan tetap stalking demi memuaskan keinginan hatimu melihat dia, kamu akan tetap menghubunginya demi membuat kamu merasa dia masih ada untukmu.

Kenyataannya adalah kamu malah memperparah sakit hatimu. Kamu berusaha menyembuhkan hatimu dan mengira dia adalah obatnya namun yang kamu lakukan malah sebaliknya. Semakin lama kamu denial, semakin lama kamu terjebak pada kehaluan - dia akan jadi milikku lagi- semakin susah kamu move on.

Dulu, ada satu waktu ketika aku merasa tidak lagi bisa berpikir jernih dan merasa " Oh My God, i really love him. Why he did this to me? Why he leave me after all those thing we ever had?" lalu aku memutuskan untuk pergi ke tempat baru,bukan untuk melarikan diri yang berujung pada luka hati yang tak terobati tapi untuk mencari perspektif baru dan untuk melihat apakah hidup masih berputar meski dia sudah pergi meninggalkan.

Tentu saja hidup masih berjalan seperti biasa, memangnya dia siapa mampu membuat bumi berhenti berputar?

Aku pernah naik kereta sendiri ke solo, bertemu orang asing, bertemu komunitas baru, tidur di kosan mbak-mbak yang baru kenal. Pernah juga nangis sepanjang jalan Jogja-Magelang hanya demi bertemu dan memeluk kakak sepupu kesayangan. Aku bahkan pernah melakukan riset tentang bagaimana orang-orang bisa menghadapi sakit hati dan patah hati mereka, bagaimana mereka bisa move on dan menjalani kehidupan dengan bahagia. Hasilnya sebagian besar dari mereka berhasil move on karena mereka akhirnya menerima kenyataan pahit itu, mencari lingkungan baru, keluar dari zona nyaman dan membuka hati bagi hal-hal baru.

Banyak yang terjebak pada fase denial dan melakukan hal-hal buruk dengan harapan si dia akan kasihan, merasa bersalah dan ngajak balikan. Oh poor you. Percayalah tidak akan ada yang balikan hanya karena kasihan, kalaupun ada apa kamu mau membangun hubungan berlandas rasa kasihan. Banyak juga yang mengaku move on tapi secara tidak sadar selalu membandingkan pasangan dengan mantan, masih stalking mantan, masih stalking pasangannya mantan dan berpikir : Kenapa dia lebih milih dia daripada aku padahal (menurutku) aku lebih baik dari pada pasangannya yang sekarang".

Maka dari itu fase denial adalah fase paling menjebak dan fase yang membutuhkan waktu paling lama dalam fase move on.


2. Fase Acceptance

Kalo fase denial adalah fase yang paling menjebak dan paling lama, fase acceptance atau menerima kenyataan adalah fase yang paling sulit dilakukan. Ya sebenarnya sih semakin lama denial semakin susah menerima kenyataan. "Gimana mau menerima kenyataan kalau sebenarnya  tuh kita bisa bersama Kak kalau saja...." (isilah titik-titik dengan pembenaran yang kamu punya). Ya gitu deh, nggak akan bisa move on kalau denial gitu terus. Makanya denialnya jangan lama-lama ya.

Setelah  lelah karena usaha kita tak juga membuahkan hasil akhirnya kita akan pasrah dan menerima kenyataan. Memang untuk urusan move on hal yang perlu kamu lakukan adalah : KAMU HARUS MENERIMA KENYATAAN BAHWA KAMU DAN DIA MEMANG TIDAK DITAKDIRKAN BERSAMA.

Dia dalam hal ini bisa berarti kekasih yang pergi, gebetan yang menolak cintamu, pekerjaan yang tak bisa kamu dapat, jabatan yang tak juga kamu raih dll. Menerima dan menyadari bahwa Tuhan sesungguhnya sudah menyiapkan yang terbaik untukmu (terbaik versi Tuhan sayangnya tidak selalu sama dengan terbaik versi kita) akan membantu kita menerima kenyataan pahit yang ada di depan mata. Terima dan nikmati saja sakit dan kecewanya, hadapi dengan tegar. Jangan melarikan diri dan berusaha mencari-cari sebabnya, mencari-cari cara untuk merebut kembali perhatiannya, cukup terima kenyataan dan hadapi. Biarkan Tuhan yang menuntun langkah kita. Nangislah sampai mata bengkak kalau memang perlu, marah deh kalau memang mau marah.

Menerima kenyataan pada akhirnya akan menuntun kita pada fase selanjutnya yaitu move on. Menerima kenyataan akan membuat kita dengan sadar berhenti stalking, berhenti bandingin mantan sama gebetan yang sekarang, berhenti menghubungi dia, berhenti merangkai " Bagaimana jika..." di dalam hati.

3. Fase Letting Go/Move On 

Kita sudah menerima rasa sakit hati, sudah memafkan diri kita dan juga dirinya, maka langkah selanjutnya adalah melanjutkan hidup. Yep, hidup masih terus berjalan meski saat ini kita sendirian dan tak memiliki apa yang kita harapkan kita punya. Sebenernya sih aku lebih suka move on yang membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik atau move up! Beberapa orang memakai motivasi, "Aku akan berubah jadi lebih baik supaya dia menyesal ninggalin aku." Tapi yang begini berarti masih denial dong ya?

Ketika kita memutuskan melanjutkan hidup dan menjadi lebih baik bukan berarti itu supaya dia menyesal tapi supaya kita sendiri berkembang dan bertumbuh. Ada yang bilang you never leave the place you leave, you take part of it with you and leave a part of you there. Orang yang pernah kita sayangi pun menurutku sama, kehilangan dia semestinya memang membuat kita belajar dari kehilangan itu. Kita yang mungkin sebelumnya egois dan tak lagi menghargai cinta akan belajar menghargai dan menjaga cinta. Kita yang sebelumnya tak dewasa akan belajar dewasa. Kita yang tadinya menutup kesempatan untuk belajar hal baru karena si dia suka mengekang kita mungkin akan belajar hal-hal baru yang akhirnya membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Move on hendaknya tak hanya membuat kita bebas dari rasa hati tetapi juga bebas berekpresi. Percayalah ketika kita meningkatkan kualitas diri kita dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, kita akan siap menerima pengganti yang lebih baik dari Tuhan. Bukankah Dia sendiri yang berjanji akan memberikan jodoh yang sepadan dengan kita?


Jadi kamu udah move on apa belum? Lagi dalam fase apa sekarang ? Selamat move on, jangan sampai tahun berganti tapi masa lalu masih membayangi.

Kalo suka foto, aktualisasi diri bukan ya?

Sebelum memutuskan cuti panjang yang berujung resign, aku sudah cukup lama menimbang dan memperdebatkan hal-hal apa saja yang mungkin menjadi konsekuensi jika aku resign atau jika aku memutuskan terus bekerja. Dan meski hal ini sudah menjadi pemikiran selama setengah tahun lebih tetap saja ketika pilihan itu ada di depan mata rasanya sungguh luar biasa. Ini bukan perkara omongan orang karena untungnya aku sudah belajar untuk cuek, yeah people will always found a way to judge by the way. Mau kerja ya dikomen, nggak kerja ya dikomen. Terserah.

Yang aku bahas dan perdebatkan sebenarnya lebih kepada adaptasi dan apa yang akan aku kerjakan pasca resign jika seandainya aku tidak bisa bekerja lagi. Suamiku kerap bertanya kenapa aku begitu suka bekerja, dan ternyata setelah aku renungkan lagi alasan utama aku bekerja memang bukan soal uang. Aku bekerja karena aku memang suka menjadi bidan. Aku suka bertemu ibu-ibu baru, berkenalan dengan orang baru, membagi ilmuku, belajar dan bertumbuh bersama, aku senang ketika orang merasa terbantu dengan kehadiranku, aku senang menjadi berkat bagi orang lain. Hal inilah yang membuatku bertahan cukup lama dalam pekerjaan ini. 

Aku masih ingat ditengah kegalauanku saat itu seorang sahabat berkata, "Mau bagaimanapun, keluargamu adalah yang utama. Tidak akan ada yang bisa menggantikan posisimu di dalam keluarga, tapi banyak yang akan menggantikanmu di sini. Pergilah, meski aku juga berat melepasmu." *Bentar, aku nangis dulu*. Kalimat itu terus terngiang tapi rupanya belum cukup membuatku dengan ringan melangkahkan kaki jadi akhirnya aku pun meminta nasihat pada orang yang sudah aku anggap Ibu sendiri, saat itu beliau berkata, "Nggak masalah kok Kamu mau dimana aja, yang terpenting Kamu bisa menjadi tangan panjang Tuhan di manapun itu." Okay, kali ini aku mantap melangkahkan kaki.

Masalahnya, aku sangat mudah bosan. Jauh-jauh hari sebelum cuti aku sudah menyusun banyak rencana supaya aku tidak terlalu bosan seperti belajar bahasa spanyol, merajut, blogging, tradding, mengerjakan beberapa tulisan review, dan banyak lagi. Tapi kenyataannya, di minggu-minggu pertama aku di Sumba aku tetap bosan. Ada rasa putus asa, tidak berguna, bosan, malas, sedih dan bad mood. Untungnya suamiku super sabar walau sering ku omelin tanpa sebab. Nah saat itu aku mulai menggali-nggali kenapa sebenarnya aku merasakan perasaan seperti itu, dan jawabannya ternyata ada pada Piramida Hirarki Kebutuhan Maslow. 

Menurut Piramida Hirarki Kebutuhan Maslow, Kebutuhan manusia terdiri atas : Kebutuhan fisiologis atau dasar (sandang, pangan, papan), Kebutuhan akan rasa aman, Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, Kebutuhan untuk dihargai dan Kebutuhan untuk Aktualisasi Diri. Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan ini wajib terpenuhi semua namun nyatanya kebutuhan untuk dihargai dan aktualisasi diri tidak terpenuhi benar saat itu makanya aku galau sepanjang hayat. Ini bukan berarti suami dan anak nggak menghargai aku ya, tapi kebutuhan untuk dihargai ini cakupannya luas. Ada dua macam kebutuhan untuk dihargai, yang pertama kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Yang kedua, kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresisasi dari orang lain. Nah gimana nggak galau kan aku, biasanya banyak yang mengapresiasi kerjaanku, banyak yang suka nyapa "Halo, bu Ony" nah tiba-tiba aku ada di Sumba yang nggak kenal siapa-siapa dan cuma ada suami sama anak aja. Kayak jomplang gitu lho.

Aktualisasi Diri dan Kebutuhan akan harga diri ini saling berkesinambungan. Kebutuhan Aktualisasi Diri ini terdiri dari 17 meta kebutuhan yang saling mengisi yaitu : Kebenaran, Kebaikan, Keindahan/Kecantikan, Kesatuan, Transtendensi, Berkehidupan, Keunikan, Kesempurnaan, Keniscayaan, Penyelesaian, Keadilan, Keteraturan, Kesederhanaan, Kekayaan, Santai, Bermain, dan Mencukupi diri sendiri. Nah jika beberapa kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti, Apatisme, kebosanan, Putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri dan Kehilangan selera.

Aku langsung menyadari memang ada beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi karena perubahan status dari bekerja menjadi tidak bekerja yang pada akhirnya membuat perasaanku gundah gulana tak menentu. Aku pun berjanji untuk berusaha memenuhi kebutuhan ini dengan cara yang positif, mulai mendiskusikan hal ini dengan suami dan akhirnya ketika perlahan-lahan kebutuhan itu mulai terpenuhi hati ini pun mulai merasa bahagia lagi. Salah satu hal yang aku lakukan adalah dengan kembali menulis, itulah mengapa blog ini kini memiliki alamat domain baru dan memposting tulisan baru setiap hari senin pagi. Yeah, blog ini adalah salah satu sarana aktualisasi diriku.

Kenapa kebutuhan ini menjadi penting? Yah karena jika tidak terpenuhi kita tidak akan merasa nyaman. Kemungkinan lain, secara tidak sadar kita bisa melakukan hal negatif untuk memenuhi kebutuhan ini. Seperti apa contohnya? mungkin kalian pernah membaca komentar super julid bin jahat di akun sosial media ayu ting-ting, Jokowi, atau  Andien. Mungkin kalian tahu orang-orang yang menciptakan gimmick dan drama seperti awkarin atau Ratna Sarumpaet, mungkin kalian tahu betapa orang sering berdebat soal Ibu Bekerja vs Ibu Rumah Tangga, ASI vs Sufor, BLW vs Makan disuapin dan banyak lagi, mungkin kalian sudah mendengar ada yang rela berhutang sana sini demi feed instagram yang bak Crazy Rich padahal aslinya enggak,  atau sesimple kalian mendengar orang lain membanding-bandingkan hidup mereka dengan hidup kita dan merasa hidup merekalah yang maha sempurna. Yak, itu adalah contoh-contoh aktualisasi diri yang menurutku sih, cenderung negatif. 

Dan aku pernah ada di titik itu. Ikut komen julid di akun Lambe-lambean karena merasa hidupku lebih baik lah dibanding si ayu ting ting dan raffi ahmad, membandingkan hidup dengan yang lain karena merasa hidupku so much better. Sampai pada suatu ketika, ada yang tiba-tiba merasa tersinggung dengan salah satu tulisanku. Dia benar-benar merasa aku menyindirnya habis-habisan, bahkan dia dan teman-temannya membuat kalimat-kalimat yang super nyakitin yang intinya sih ya aku super jelek dan mereka yang terbaik. Padahal sumpah mati, aku tidak ada tendensi apa-apa saat membuat tulisan itu, jangankan  mau menyindir hidupnya kenal akrab dengannya untuk tahu tentang hidupnya pun tidak. Saat itu aku menyadari, bahasa tulisku mungkin memang terlalu "keras"  dan terlalu berpusat pada diriku sehingga ada beberapa pihak yang merasa tersindir walau sebenarnya tidak. Mungkin aku terlalu ingin mendapat penghargaan dari orang-orang, aku mungkin terlalu nafsu ingin memenuhi kebutuhan aktualisasi diriku hingga tak memperhatikan orang lain.  Di sisi lain aku juga menyadari mungkin ini juga adalah cara dia dan teman-temannya untuk "mengaktualisasikan diri" sehingga tanpa sadar mereka merasa segalanya adalah tentang mereka. Melalu perenungan, aku menyadari bahwa mungkin caraku dan cara mereka ini tidak begitu tepat. Setelah merenung beberapa hari aku langsung meminta maaf dan berusaha menjelaskan kesalah pahaman ini kepada mereka, yang sayangnya hingga hari ini tak juga mendapat balasan seperti yang aku harapkan. Mereka sepertinya belum memaafkan :(.

Pengalaman yang menyedihkan ini membuatku belajar kalau kadang kita secara nggak sadar menyakiti orang lain dalam proses memenuhi kebutuhan hidup kita. Demi mendapat pengakuan kalau kita ibu yang maha sempurna kita lantas dengan semena-mena menjudge dan membully mereka yang di mata kita kurang benar tanpa memikirkan perasaan mereka. Demi mendapat pengkuan kalau kita adalah yang tercantik, terkaya, terhebat, terbenar, kita lantas menggunakan segala cara yang diantaranya mungkin dengan menjatuhkan nama baik orang lain. Pengalaman menyedihkan itu membuatku sadar bahwa piramida maslow memang sebaiknya dipenuhi dengan cara-cara yang baik tanpa merugikan pihak manapun.

Di bulan Desember ini ketika kita bersama-sama memperingati hari Ibu alangkah baiknya jika kita sejenak melepas ego kita dan bergandengan tangan. Sebagai sesama wanita dan sesama ibu alangkah baiknya jika kita berhenti mengkompetisikan anak siapa yang paling gendut, pilihan hidup siapa yang paling benar, masakan siapa yang paling sehat. Alangkah baiknya jika kita bergandeng tangan, merangkul mereka yang membutuhkan - dan bukannya membully- , alangkah baiknya jika kita mulai belajar menghargai mereka yang mungkin memiliki pilihan hidup yang berbeda dengan kita, alangkah indahnya jika kita belajar mengaktualisasikan diri kita dengan cara menjadi saluran berkat bagi yang lain dan menjadi tangan panjang Tuhan di manapun kita berada.

Di hari Ibu ini, marilah kita jujur pada diri sendiri. Bertanya kepada diri sendiri apakah kita memang sudah adil kepada diri kita dengan memenuhi semua kebutuhan diri dengan baik? Jika belum, masih ada waktu untuk berbenah dan belajar karena sejatinya hidup adalah suatu proses pembelajaran. Karena kita berhak bahagia begitupun orang lain.

Selamat hari Ibu! Mari mengaktualisasikan diri secara positif!

NB : Tulisan ini dibuat sebagai pembelajaran bersama tanpa bermaksud menyindir pihak-pihak tertentu. Salam damai.

Nggak mau Bu!

Gerakan tutup mulut alias GTM pasti pernah dialami oleh ibu-ibu beranak balita minimal satu kali selama periode 5 tahun pertama kehidupan. Iya apa iya? Kadang ada yang tetep buka mulut tapi habis itu makanannya disembur atau diemut sampai sinetron cinta fitri sesion terakhir tamat. Ya suka nggak suka, mau nggak mau memang kayaknya fase anak menolak makan ini akan selalu ada dari jaman nenek moyang dulu sampai sekarang. 

GTM ini kadang bikin ibu-ibu stress, udahlah anak dikatain kurus sama tetangga, si ibu udah masak aneka resep mulai dari resep warisan orangtua sampai resep hasil nyontek selebgram yang anaknya nampak lahap makan semua masakan ibunya eh anaknya tetep nggak mau makan. Udah nyoba segala cara : disuapin, diBLWin, diajak keliling kampung, eh tetep aja dia nggak mau makan! Geregetan? Samaaaaa!!

Keira itu sering banget GTM, dia juga nggak mau makan dengan menu yang sama dalam satu hari. Kalau sehari makan tiga kali ya harus ganti lauk tiga kali. Udah gitu Keira itu terbilang langsing, meski sebenarnya dalam buku KMS grafik berat badannya ada di garis hijau dan anaknya sehat-sehat aja you know lah, kebanyakan orang masih mengasumsikan anak yang sehat dan lucu itu adalah anak yang gemuk. Giliran menilai dirinya sendiri, timbangan nambah setengah kilo aja udah panik mau diet. Piye to karepmu?

Aku udah pernah cerita soal MPASInya Keira, kali ini aku akan sedikit berbagi soal bagaimana caraku mengatasi GTMnya Keira. Cuma yang perlu diingat, setiap anak itu bebeda kepribadiannya jadi tolong jangan samakan anak kita berdua karena bapaknya aja udah jelas beda. Sesuaikan saja dengan kepribadian dan sifat masing-masing anak ya!

1. Perhatikan Kualitas bukan Kuantitas
Sebagai ibu kadang kita ingin anak kita makan lahap dan banyak, minimal porsi yang kita siapkan licin tandas tak bersisa. Tapi yang namanya harapan kadang nggak sesuai kenyataan,oleh sebab itu kita sebaiknya benar-benar memikirkan kualitas makanan yang kita beri. Biasanya ketika Keira susah makan, aku memilih makanan-makanan superfood. Makanan yang dalam jumlah sedikit aja mengandung gizi yang banyak. Apalah gunanya anak makan banyak tapi gizinya nggak cukup, lebih baik anak makan sedikit tapi mencukupi kebutuhan gizinya. Untuk panduan gizi seimbang bisa di download di sini.

Kualitas di sini juga berarti rasa makanan yang wajar dan manusiawi. Kadang dengan perkembangan informasi yang begitu pesat tentang segala penyakit yang ada, kita jadi was-was mau memberi gula, garam, dan penyedap rasa untuk makanan anak. hasilnya makanan anak pun jadi hambar, padahal kita sendiri kalau dihadapkan pada makanan yang hambar bisa saja kita juga kehilangan selera makan seperti anak kita. Jika ibu adalah penganut no gulgar no micin, setidaknya gunakan perasa alami yang ada sehingga rasa makanan anak cukup manusiawi untuk dimakan.

2. Ubah Variasi makanan
Anak kita itu juga manusia seperti kita yang punya rasa bosan oleh sebab itu variasi makanan itu penting! Variasi makanan ini mencakup : jenis dan bahan pangan, metode memasak, cara pemberian, tekstur makanan dan tampilan makanan.

Ya anggap aja kita, bosen juga kan kalo seandainya tiap hari kita suruh makan sayur kukus terus. Nah anak juga gitu, dia bisa bosan juga. Kadang ada yang GTM karena dia ingin naik tekstur, bosen makan bubur saring maunya makan yang ada teksturnya dikit. Ada yang bosen makan makanan yang dikukus, tapi jadi lahap ketika diberi makanan yang dipanggang. Ketika anak sudah lebih besar kita bisa memberi si anak dua pilihan makanan, sehingga dia akan merasa terlibat dan makan makanan pilihannya. Biasanya sih aku nanya langsung ke Keira , " Mau makan A atau B?" Ada juga kalanya si anak nggak mau disuapin, maunya makan sendiri dan hasilnya lebih lahap ketika dia makan sendiri.

Jadi coba yang anaknya baru GTM ubah menu, tampilan, tekstur,cara memasak, dan cara pemberian. Memang sebagai ibu yang punya anak balita, kemampuan menyajikan makanan yang menarik untuk dimakan anak itu sangat perlu untuk dimiliki.

3. Perhatikan Waktu Makan
Gimana perasaan kamu kalau tiap detik, menit, jam disuruh makan? Tambah males! Anak juga gitu. Bangun tidur lalu jam 7 makan, makannya ternyata memakan waktu dua jam. Jam 9 selesai mandi, mainan, jam 12 udah disuruh makan lagi. Anggaplah selesai jam 1 lalu tidur siang, bangun jam 3 sore, main sebentar, mandi lalu? Makan lagi.

Tolong dikurang-kurangi ya Ibu.

Cobalah memberikan waktu untuk makan selama 30-45 menit saja. Diluar jam itu jangan ingatkan terus anak untuk makan, nanti si anak makin merasa dipaksa dan jadi makin males. Akhirnya makin GTM deh! Ya kayak kita waktu diajak balikan sama mantan yang nyebelin itu lho, semakin sering dia ngajak kita balikan semakin ilfeel dan males untuk balikan sama dia.

4. Beri Pengertian pada Anak
Percayalah anak kita itu pintar, dia akan mendengarkan dan menyimpan apa yang kita sampaikan dalam pikiran mereka. Beritahu anak untuk makan karena tubuhnya memerlukan nutrisi untuk berkembang, butuh energi untuk bermain, butuh kekuatan untuk menjalani kehidupan. Jika anak memiliki tokoh idola, kita bisa menggunakannya sebagai contoh. Misalnya, "Ayo makan, supaya punya tubuh kuat dan bisa berlari kencang seperti upin!" Atau "Ayo makan yang banyak supaya tubuhnya tumbuh besar dan bisa sekolah." Yah kira-kira begitulah. Lama-lama anak akan paham kalau makan memang merupakan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.

5. Ajak Anak Makan Bersama
Makan bersama-sama akan membuat anak paham kalau kita juga sama seperti dia : butuh makan. Anak akan memperhatikan bagaimana kita makan, apa yang kita makan, kapan saja kita makan dan akan menirunya. Kalau kedua orangtua sibuk dan tidak bisa makan bersama anak tiga kali sehari, setidaknya luangkan waktu libur untuk sekali-kali makan bersama.

6. Sabar!
Anak nggak mau makan itu memang bikin stress ibu-ibuk! Tapi percayalah semua ini akan berlalu, suatu saat si anak akan merasa lapar dan makan. Jika kita merasa stress berlebihan, depresi dan berujung emosi maka akhirnya proses GTM ini akan jadi seperti 'neraka' bagi kedua belah pihak. Si ibu yang merasa tertekan anaknya nggak mau makan, si anak yang merasa tertekan karena dipaksa makan. Sabar ibu-ibu, segala sesuatunya pasti ada solusinya kok. Jika seandainya segala cara sudah dicoba tapi belum berhasil, silahkan mengunjungi dokter anak dan ahli gizi terdekat. Mereka pasti dengan senang hati membantu ibu.

7. Snacking
Ini adalah jurus terakhir ketika Keira nggak doyan makan. Biasanya aku akan menyerah pasrah dan ngasih dia snack "berat" seperti roti, biskuit, arem-arem, donat, cake, brownies dan segala jenis snack berat lain. Pemberian snack ini diiringi dengan pemberian susu dan pemberian suplemen makanan seperti Nordic Children's DHA atau Moller's Tran plus tidak lupa diiringi doa supaya masa-masa GTM ini segera berakhir.

Nah setiap anak pasti akan ada masanya sendiri-sendiri, sebagai orangtua sebaiknya kita tidak hanya memaksakan apa yang benar sesuai teori tapi juga memperhatikan keinginan dan perasaan anak. Semoga anak kita selalu diberi kesehatan dan makin lahap makannya ya ibu-ibuk dan segera periksakan anak ke petugas kesehatan yang kompeten jika anak mulai menunjukan tanda-tanda keterlambatan tumbuh kembang atau bila GTMnya berlangsung dalam waktu yang sangat lama.

Salam cinta,
Xoxo
Waingapu saat perayaan Kemerdekaan RI

Tak akan pernah terbayangkan dalam benakku, bahwa dalam suatu titik di kehidupanku aku akan begitu mencintai dan berterima kasih kepada Sumba, sebuah pulau kecil yang ada di Indonesia. 

Masih jelas dalam ingatan, betapa aku dipenuhi keraguan saat melihat pulau ini dari jendela pesawat. Pulau yang begitu gersang, berdebu, sepi. Sempat aku membayangkan dan bertanya-tanya, bagaimana jika ternyata rumah dinas suami berada di tengah savana, tanpa sinyal internet cukup, dengan listrik yang sering mati, dan tetangga yang berjarak berkilo-kilo meter. Saat hujan turun segalanya akan berubah seperti salah satu adegan film horor : petir menyambar, listrik mati, tak ada satu orangpun yang lewat untuk sekedar menolong. 

Oke, aku memang terkadang lebay. Aku dan imajinasiku. 

Segala sesuatu akhirnya berubah setelah aku tinggal disana selama dua bulan. Salah satu bulan-bulan terbaik dalam hidupku, bulan dimana aku menyadari terkadang hidup tak serumit yang aku pikir. Dua bulan yang cukup mengubah segala sudut pandangku dan kemampuanku memaknai hidup. Bagiku, Sumba adalah penyembuh segala luka hati yang aku miliki.

Bandara Umbu Mehang Kunda

Pertama kali menginjakkan kaki di Bandara Umbu Mehang Kunda, aku tersenyum kecut. Bandara ini kurasa lebih kecil dibandingkan terminal yang ada di Wonosari. Udara panas menyambutku dan debu berterbangan dimana-mana, cukup membuatku panik karena Keira alergi debu. Benar saja, Keira batuk-batuk hebat dan muntah-muntah. Hari pertama di Sumba Keira jatuh sakit dan aku diam-diam menangis karena rindu tanah jawa. 

Untungnya suamiku itu sangat baik dan tahu bagaimana cara membahagiakan dan menghibur istrinya. Dia tahu betapa aku menyukai senja dan suka pergi jalan-jalan. Dia sering mengajakku berburu senja, atau sekedar mengajakku mengunjungi tempat-tempat indah di Sumba Timur. Kami seperti keluarga petualang yang mengamati kuda-kuda di padang rumput, sapi-sapi yang berkeliaran di jalan raya, juga berenang-renang bebas di pantai.

Kali ini aku akan berbagi denganmu kepingan-kepingan sumba yang aku punya. Tulisan-tulisan ini nantinya akan menjadi pengingat tentang sebuah pulau kecil di Indonesia yang telah mengubahku untuk selamanya. Keping pertama kali ini aku akan bercerita tentang Waingapu dan sekitarnya, kota dimana aku tinggal selama dua bulan di Sumba. 

Waingapu

Home and House.

Waingapu adalah kota terbesar di pulau Sumba yang merupakan kota kecamatan sekaligus ibukota Kabupaten Sumba timur. Karena suamiku bekerja di kota ini, maka tentu saja segala ketakutanku tentang rumah di tengah savana tidak terbukti. Justru kami tinggal di daerah dengan pdam yang lancar, listrik yang terus menyala, sinyal internet 4G yang sejujurnya lebih kencang daripada sinyal di rumahku (Gunungkidul) sana. Rumah tempat tinggal kami begitu dekat dengan sekolah, gereja dan rumah sakit. Karena kami tinggal di kompleks rumah dinas, maka tentu saja tetanggaku tidak berjarak berkilo-kilo meter sebaliknya tetangga hanya berjarak beberapa meter saja. 

Aku sempat takut segala sesuatu di kota ini mahal, namun ternyata untuk sayur-mayur harganya tak jauh beda dengan harga di Jawa. Bahkan kalau beruntung kita bisa membeli sayuran yang baru dipetik dan dibawa ke pasar dengan sepeda. Untuk barang-barang produksi pabrik harganya memang bisa dibilang mahal walaupun tidak sampai 2x lipat harga barang di Jawa. Di Waingapu tidak ada minimarket atau supermarket, meski begitu swalayan di sini cukup lengkap juga sih. Contohnya, di salah satu toko ada yang jual madu uray kesayangan kita bersama Hehehehehe. Bagi yang punya lidah Jawa dan takut tidak cocok dengan makanan Sumba, dont worry hampir semua penjual makanan di Waingapu berasal dari Jawa.

Di Waingapu tidak ada mall, tidak ada bioskop, cafe yang ada pun tidak menjual caramel macchiato kesukaanku, sebagai gantinya Waingapu memiliki beberapa taman kota yang sering dijadikan tempat nongkrong atau dermaga tempat kita bisa duduk duduk menanti senja, membeli ikan atau sekedar membeli bakso bakar.

Taman Sandalwood


Sering kesini tapi nggak pernah foto proper.

Taman sandalwood adalah taman pertama yang aku kunjungi saat berada di Sumba dan juga merupakan taman yang paling sering kami kunjungi. Taman ini terbilang baru dan luas, dengan beberapa tumbuhan bunga kertas, bunga pacar air, kamboja, pucuk merah, dan rumput yang hijau berkat siraman air tanpa henti pak tukang kebun. Biasanya kami ke taman sandalwood pada hari rabu sore, hari 'main keluar' nya Keira, dimana dia bisa bebas berlari-lari sesuka hati di luar rumah karena di taman ini debu tak sebanyak di halaman rumah kami. 

Di taman ini aku bertemu Noldi, seorang mahasiswa yang berkuliah di Bali namun sedang menggagas literasi jalanan di Sumba. Sore itu aku bertanya-tanya, sedang apa pemuda berambut gondrong yang dikelilingi anak-anak kecil dengan aneka pensil warna dan tumpukan buku di sekitarnya. Karena penasaran aku mendekat dan bertanya apa yang sedang ia lakukan, dia pun bercerita kalau dia sedang berusaha merintis literasi di Sumba. Dia membawa buku ke taman tiap sore supaya minat baca anak-anak di Sumba meningkat, dia juga menceritakan mimpinya membuat acara nonton bersama film yang bersetting Sumba supaya anak-anak Sumba menyadari potensi daerah mereka serta keinginannya mengajak pemuda Sumba untuk berpartisipasi mengembangkan literasi di Sumba.

Taman Sandalwood

Saat itu aku menyadari satu hal, kita tak perlu menjadi hebat dulu untuk bisa berguna bagi sesama. Kita tak perlu sukses dulu untuk bisa menjadi tangan panjang Tuhan. Satu-satunya hal yang kita butuhkan adalah keinginan dan niat untuk mau melayani sesama.

Dermaga Lama Waingapu


Dermaga Lama Waingapu

Waktu aku rindu tanah jawa, suamiku mengajakku ke dermaga untuk melihat senja. Dermaga yang juga disebut pelabuhan rakyat ini kini sepertinya hanya untuk kapal barang saja, bukan dermaga penumpang. Di sekitar dermaga banyak penjual ikan segar dan ikan bakar, bahkan konon ada salah satu warung yang pernah dikunjungi Dian Sastro. Warungnya paling mencolok sih, mungkin yang paling ramai dan modern. Sayangnya harga ikan bakar di sini nggak sebanding dengan rasanya, sangat over priced bila dibandingkan dengan harga ikan segarnya yang bisa dibilang murah. Entahlah, mungkin karena bumbunya mahal?

Senja di Dermaga Lama

Senja di dermaga sangat indah, rasanya damai duduk di pinggir dermaga sambil makan bakso tusuk dan mengamati orang-orang. Oh ya banyak penjual jajanan di sini, bakso tusuk, bakso bakar, siomay, kopi, mie instan, dll. Duduk menikmati senja, mengamati nelayan yang mencari ikan, orang-orang yang memancing, sepasang muda-mudi yang duduk bersebelahan sambil tersenyum malu-malu, anak-anak yang berlarian, sungguh merupakan kebahagiaan tersendiri. Sejenak aku menyadari, kebahagiaan dan kedamaian hidup itu kadang cuma sesederhana duduk melihat senja ditempat yang tepat pada waktu yang tepat dengan orang yang tepat.

Saat hari berganti malam langit senja berubah hitam legam dengan taburan bintang yang sangat banyak. Salah satu hal yang kurindukan dari Sumba selain senja dan pantainya adalah langitnya. Di Sumba penerangan tak sebanyak di Jogja, terlebih di dermaga. Saat bumi gelap gulita, langit dengan leluasa menunjukkan keindahnya. Mungkin kalau bukan karena leher yang sakit karena kebanyakan menengadah, aku bisa betah berjam-jam melihat keatas.

Taman Kota

Saat malam datang, taman kota di depan Hotel Merlin Waingapu berubah menjadi tempat wisata kuliner. Hampir semua makanan yang aku rindukan ada di sini : Bakmi jawa, nasi goreng, sate ayam, roti bakar, ayam goreng, pisang kipas, jagung bakar, mie ayam, dan banyak! Kadangkala ada pertunjukan daerah di sini, mulai dari pertunjukan akustik, nyanyian, tarian, hingga beberapa orang berpakaian adat yang duduk-duduk saja entah melakukan apa. Biasanya kami bertiga makan di sini setiap sabtu karena entah kenapa meski penjualnya sebagian besar muslim saat hari minggu hampir semua penjual libur.

Ya, di Waingapu yang sebagian besar penduduknya beragama Kristen hari minggu benar-benar dianggap kudus. Jarang ada toko yang buka di hari minggu, kalaupun buka biasanya siang/sore hari, itupun tak banyak. Oleh karena itu, aku biasa memilih libur masak pada hari sabtu sehingga kami bisa jajan di luar. Sedangkan hari minggunya, kami gunakan untuk piknik atau sekedar kruntelan di rumah sehabis pulang dari gereja.

Festival Tenun Ikat Sumba


Festival Tenun Ikat Sumba 2018

Aku cukup beruntung karena ketika aku tinggal di Sumba, sedang diadakan beberapa festival, ada festival kain juga festival kuda. Waktu itu, ibu kepala kantor suami dan beberapa teman kantor suami yang lain mengajakku datang ke festival kain tenun sumba. Suami sendiri saat itu diajak grup laki-laki menonton festival kuda, jadi memang saat itu berasa seperti girls time!

Awalnya cukup grogi karena ini pertama kalinya jalan bareng dengan rekan suami, namun ternyata ibu-ibu ini sungguh baik hati. Kami pun memulai perjalanan kami berburu kain. Awalnya kami mengunjungi desa adat Kampung Raja yang dekat dengan kota Waingapu. Di sini banyak rumah adat khas sumba dengan ibu-ibu yang menenun kain sambil makan sirih pinang. Masuk ke Kampung Raja, rasanya benar-benar semakin cinta indonesia yang kaya sekali adat dan budayanya. Sayang, aku belum sempat berkunjung kesana lagi setelah kunjungan pertama itu.

Karena tidak ada kain yang membuat kami jatuh hati akhirnya kami meneruskan perjalanan ke Festival Tenun Ikat yang diadalan di lapangan Pahlawan Waingapu. Sampai disana rasanya ingin dibeli semua! Kainnya cantik-cantik, dengan motif dan warna yang menarik. Belum lagi gelang, kalung, anting mutisala yang menggoda untuk dibawa pulang. Ibu Delfi (Ibu Kepala kantor suami) berbaik hati menjelaskan padaku tentang warna-warna kain yang ada, beliau menjelaskan kain yang warnaya kelihatan pudar itu menggunakan pewarna alami sedang yang warnanya ngejreng dan cerah itu merupakan pewarna buatan. Beliau juga menjelaskan motif tiap daerah bisa berbeda dan lama pengerjaan tenunan ini bisa sampai satu tahun!

Hati ini sudah berdebar ingin membawa pulang, apa daya harganya cukup membuat mundur teratur karena ingat cicilan mimpi masa depan. Untuk ikat kepala/scarf harganya di bandrol mulai 500 ribu sedang untuk kain tenun harganya 1.5 juta - 8 juta perlembarnya. Punah sudah harapan pakai outfit ala-ala mbak Dian Sastro. Tapi.. tapi.. masak udah jauh-jauh nggak beli apa-apa? Lagian kapan lagi sih bisa datang ke festival tenun ikat begini? Memang akan selalu ada pembenaran dalam hal belanja. Akhirnya aku membeli bando seharga 100 ribu yang bisa dijadikan scarf mini dan anting mutisala seharga 25 ribu yang cantik.

Mengingat Waingapu memang tak akan ada habisnya. Terlebih rekan kerja dan teman suami yang benar-benar baik dalam menerima kami. Rasanya seperti menemukan keluarga baru yang memang sudah ditakdirkan bertemu. Tak terhitung berapa banyak kebaikan yang diberikan, acara-acara seru yang kami ikuti, makanan-makanan enak yang boleh kami icipi, bahagia! Dan hati ini terharu begitu rupa saat suami datang membawakan bingkisan dan berkata " Ini dari temen-temen buat Kamu." Ketika kubuka, aku menemukan sehelai Kain Sumba beserta selendangnya, dengan motif cantik dan warna hitam yang cocok dengan gaya minimalisku akhir-akhir ini. Aaaah rasanya ingin memeluk mereka dan mengucapkan terima kasih.

Belum lagi reda rasa haruku, suami menyerahkan satu bingkisan lagi. "Kalo ini dari Jackleen dan suaminya." Waaaah apalagi ya? Dan setelah kubuka, selembar kain sumba jatuh lagi ke tanganku. Kali ini warnanya merah-hitam khas Sumba, kain yang sudah kepingin aku bawa pulang sejak melihat postingan para selebgram di Sumba. Menatap dua potong kain Sumba di tangan dan mengingat kebaikan hati teman-teman disana aku merasa penuh syukur. Pada satu titik, di Festival Tenun Ikat aku pernah mendamba kain Sumba, bertanya tanya apa aku bisa memilikinya. Tuhan mengabulkan keinginanku melalu sahabat-sahabat yang baik hatinya, terima kasih.

Terima kasih Bu Delfi, Mama Lince, Mama Yuli, Mbak Reti, Fitri, Hanifah, Mas jefri, Mas Jim, Mas Dasa, Pak Budi, Pak Putu, Om Frans, Jackleen, Pak Pendeta, dan semua yang tidak bisa disebut satu persatu. Terima kasih untuk segala kebaikan hatinya, semoga Tuhan senantiasa menjaga dan melimpahkan berkatNya.

Begitulah kisah keping pertama Sumba, sampai jumpa di kepingan sumba berikutnya!
Wardah White Secret Intense Brightening Essence

Halo!
Akhir-akhir ini demi perekonomian Indonesia yang lebih baik dan dalam rangka mendukung industri lokal, aku mulai mengganti beberapa skincareku dengan skincare merk lokal. Sayangnya skincare lokal itu variannya nggak begitu banyak jadi ya ada beberapa slot skincare yang memang nggak bisa diganti pakai skincare lokal. Ini nih salah satu hal yang bikin aku sedih dan prihatin sama industri kecantikan di Indonesia.

Kalau diperhatikan, sebagian besar produk skincare di Indonesia itu fokusnya ke pencerahan kulit (Brightening/Whitening) atau mengatasi jerawat (Acne/Oily) padahal kan ya kulit itu macem-macem, ada yang kering, sensitif, kombinasi dan nggak semua orang Indonesia itu pengen putih cuy! Ini baru dari lini skincare, dari lini make up sedih lagi lho. Coba perhatikan foundation atau bedak, sebagian besar pasti shadenya cuma tiga ivory, neutral, beige. Udah gitu rata-rata warnanya buat cool/pink undertone, padahal kan dari sabang sampai merauke kayaknya kebanyakan kulit orang indonesia itu warm/yellow tone dan kecoklatan, bukan putih. Setahuku baru make over aja nih yang punya shade banyak, entah apakah mustika ratu dan sariayu ada keinginan membuat aneka macam shade atau nggak.

Wardah adalah salah satu brand yang menurutku cukup cepat mengikuti perkembangan jaman. Mulai dari jaman lip cream sampai sekarang bikim cushion dan fte. Selain itu wardah doang kayaknya yang skincarenya hampir lengkap, Brightening, Anti Aging, Acne, Hydrating/Moisturizing semua punya. Marketing dan Brandingnya si wardah ini juga oke punya, kemasannya nggak keliatan murahan dan ada label halalnya. Cucok deh ini! Kalo jadi Tbk maulah kubeli sahamnya, hehehehehe

Nah beberapa saat lalu aku memutuskan pakai salah satu serumnya wardah dari seri White Secret yaitu Wardah White Secret Intense Brightening Essence. Aku pakai ini dalam rangka mengganti The Ordinary Niacinamide 10% + Zinc 1% yang suka susah belinya karena sering sold out dan tentu saja karena ini lokal!

Packaging
Menurutku pipetnya kepanjangan!

Serum ini hadir dengan kemasan botol pipet dari plastik dengan warna silver agak berkilauan gitu. Sayangnya, aku nggak suka banget sama packaging Wardah Intense Brightening Essence ini, karena botolnya kecil tapi pipetnya besar banget. Jadi pipetnya itu kayak pas banget masuk ke botolnya, hasilnya serumnya sering beleber keluar kalau pas pipetnya dimasukin ke botol. Rasanya kesel dan gemes gitu ngelihat serumnya terbuang sia-sia keluar. Gengges!

Sisi plusnya, karena hadir dalam kemasan 17ml jadi cocok buat yang cuma mau nyoba-nyoba dan enak banget dibawa kemana-mana.

Tekstur
Tekstur wardah


Nah Wardah Intense Brightening Essence ini teksturnya agak kental, ketika di tepuk-tepuk kewajah rasanya wajah langsung lembab, agak sedikit lengket namun cepat meresap. Sebenernya untuk first impression, wardah ini oke banget waktu baru dipakai di wajah karena wajah jadi kenyel-kenyel lembab gitu. Bau serum ini cukup enak sih, nggak wangi yang menggangu gitu.

Komposisi
Aqua, Glycerin, Caprylyl Methicone, Butylene Glycol, Biosaccharide Gum-1, Ammonium Acryloyldimethyltaurate/VP Copolymer, Phenoxythanol PEG-12 Dimethicone/PPG-20 Crosspolymer, Borago Officinalis Seed Oil, Argininr Xanthan Gum, PEG-40 Hydrogenated Castor Oil, Trideceth-9, 4-Butylresorcinol, Tocopheryl Acetate, Dextrin Ethylhexylglycerin, Sodium Hyaluronate, Disodium EDTA, Caprylic/Capric Triglyceride, BHT, lecithin, Ubiquinone, Polydorbate 20, Hydrogenated Letichin, Fragance, Cholestrtol, Actinida Polygama Fruit Extract, Dextran, Palmitoyl Tripeptide-8.

Komposisinya sungguh buanyaaak dan kimiawi semua, jadi harap hati-hati bagi yang kulitnya sensitif ya.

Cara pemakaian
Biasa aku pakai serum ini 2-3 tetes untuk semuka, karena mengandung AHA jadi serum ini cuma aku pakai di malam hari dan tentunya wajib pakai sunblock di siang hari.

Performa
Is it worth the price?

Karena awal pemakaian bikin lembab aku rutin pakai wardah ini setiap malam. Namun sayang oh sayang, lama-lama aku menyadari kalau serum ini bikin kulit aku makin kering! Semenjak pakai ini kulit rasanya jadi kering kerontang, saking keringnya sampai bb cream dan foundation langsung cracking kalau dipakai. Aku pakai wardah ini tepat sebulan, sebenarnya di dua minggu pertama aku udah ngerasa ini bikin kulit kering tapi karena penasaran sama efek mencerahkannya aku lanjut aja sampai habis. Untuk mengatasi efek keringnya aku pakai hydrating toner sampai 3 lapis dan moisturizer tebel-tebel. FYI satu botol serum ini habis dalam sebulan dan selama sebulan itu nggak ada produk baru lain yang aku pakai. Pokoknya beneran penasaran apakah si wardah ini oke atau nggak. Dan beginilah hasilnya :


Seperti bisa dilihat pada gambar di atas, setelah 28 hari pemakaian noda bekas jerawatku memudar (tapi nambah satu jerawat baru, fyi itu jerawat di dagu selalu aku dapat tiap bulan saat menstruasi). Terus beberapa spot hitam di wajah juga sedikit memudar dan mengecil. Meski foto ini diambil dalam kondisi cahaya yang tak sama tapi memang kuakui wardah ini dikulitku bisa banget memudarkan noda-noda di wajah dan mencerahkan/minimal menjaga warna kulit tetap merata. (Catatan : Aku nggak pakai serum dan produk whitening lain selama pakai serum ini)

Menurutku produk ini cukup baik dan sesuai klaimnya, cuma buat kamu yang kulitnya kering atau sensitif sebaiknya hati-hati kalau pakai Wardah White Secret Intense Brightening Essence ini karena kemungkinan besar kulitmu akan bertambah kering. Buat yang punya kulit berminyak, wardah varian ini bisa banget dicoba.

Where to Buy
Wardah ini bisa dibeli di counter-counternya wardah di seluruh Indonesia atau di e-commerce. Harga Wardah White Secret Intense Brightening Essence ini cukup terjangkau ya, Rp 75.000/17ml bisa dipakai sebulan.

Kesimpulan
Plus :
+ Mencerahkan
+ Menyamarkan noda pada wajah
+ Harga terjangkau
+ Produk Lokal

Minus :
- Bikin kulit kering
- Packagingnya bikin beleberan

REPURCHASE?NO! Wardah varian ini beneran bikin kulitku kering kerontang kayak gurun sahara jadi ya.. kayaknya nggak bakal beli lagi. 

Disclaimer : Semua review yang aku buat merupakan produk yang aku beli sendiri dan benar-benar aku coba sendiri. Tidak semua orang memiliki kulit yang sama dan reaksi pada tiap orang bisa jadi berbeda,selain itu setiap orang juga memiliki reaksi alergi yang berbeda-beda. Sebaiknya lakukan patch test atau mengecek komposisi sebelum mencoba suatu produk.